Dedi Mulyadi Minta Usut Tuntas Pemalsu Dokumen Kependudukan Korban ‘Human Trafficking’

transjabar_ PURWAKARTA – Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta pemalsu dokumen kependudukan korban ‘human trafficking’ diusut tuntas. Tuntutan ini mengingat beberapa korban perdagangan manusia di Purwakarta merupakan perempuan yang masih di bawah umur.
Hal itu ditegaskan mantan Bupati Purwakarta tersebut di kediamannya. Tepatnya, Desa Sawah Kulon, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, Rabu (1/8/20180.
“Itu semua harus segera diusut mulai dari KTP, KK, akta kelahiran sampai paspor. Kemudian, mereka menikah dengan warga Negara Cina itu berarti ada surat pengantar. Itu semua kan pemalsuan dokumen, mereka banyak yang masih dibawah umur loh,” katanya.
Perkawinan warga antar negara menurut Dedi memiliki kompleksitas pengurusan dokumen. Apalagi, untuk warga Negara Indonesia beragama Islam, harus melalui Kementerian Agama.
“Ini kompleks soal kepengurusannya karena ada dua warga Negara yang ingin membangun komitmen pernikahan,” ujarnya.
Orang tua MRD (16), salah satu korban, Nurhidayat (53) mengungkapkan kejadian pemalsuan tersebut. Dia merasa terkejut karena anaknya sudah berada di Cina dan mengaku sudah menikah.
Padahal, anak ketiganya itu belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Purwakarta. Sementara, untuk pengurusan paspor dibutuhkan setidaknya KTP dan KK yang dikeluarkan dinas terkait.
“Saya aneh terus terang saja. Mungkin dipalsukan atau apa gitu ya oleh pihak penjahat itu,” singkatnya.
Keagungan Martabat Perempuan
Dedi Mulyadi menyerukan kepada semua pihak agar menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Karena itu, hak-hak perempuan tidak bisa ditukar dengan iming-iming besar kawin kontrak.
“Tidak boleh dibuat rendah karena harkat dan martabat perempuan dan sesama manusia itu tinggi. Hanya diimingi mobil dan apartemen kok mau,” katanya heran.
Nilai-nilai ini menurut dia harus terus disuarakan melalui berbagai peringatan dan langkah konkret. Momen seperti Peringatan Hari Kartini dan Peringatan Hari Perempuan Sedunia harus melahirkan gerakan nyata.
“Saat menjadi Bupati saya memasukan pelajaran merenda dan menyulam ke dalam kurikulum. Ini belajar berumah tangga hakikatnya. Artinya, rumah tangga itu memerlukan kesabaran, gak bisa instan,” ucapnya. (ctr).